Dalam beberapa pekan terakhir, kontroversi mengenai penggunaan bahasa kasar di kalangan pembalap Formula 1 telah memicu protes dari para pembalap terhadap presiden FIA, Mohammed Ben Sulayem.
Kejadian ini berawal dari sanksi yang diberikan kepada Max Verstappen dan Charles Leclerc setelah mereka menggunakan kata-kata yang dianggap tidak pantas selama konferensi pers. Protes ini mencerminkan ketidakpuasan para pembalap terhadap cara FIA menangani isu tersebut.
Latar Belakang Kontroversi
Kontroversi ini dimulai pada Grand Prix Singapura. Di mana Max Verstappen dijatuhi sanksi setelah menggunakan kata kasar untuk menggambarkan performa mobilnya. Sanksi tersebut dilakukan dengan bentuk “community service” dan memicu reaksi keras dari Verstappen, yang kemudian membatasi jawaban dalam konferensi pers berikutnya. Pada bulan yang sama, Charles Leclerc juga dikenakan denda setelah mengeluarkan kata kasar dalam konferensi pers pasca-balapan di Mexico City.
FIA, melalui Ben Sulayem, menyatakan bahwa mereka ingin mengurangi penggunaan bahasa kasar di siaran televisi global Formula 1, mengklaim bahwa pembalap memiliki tanggung jawab untuk menjaga citra olahraga. Namun, pernyataan ini justru menimbulkan ketegangan antara FIA dan para pembalap.
Tanggapan Dari Pembalap Formula 1
Sebagai respons terhadap sanksi dan pernyataan Ben Sulayem, para pembalap F1 bersatu dalam menyampaikan protes mereka. George Russell, ketua Grand Prix Drivers’ Association (GPDA), mengungkapkan bahwa semua pembalap sepakat untuk menyampaikan posisi bersama mengenai isu ini. Mereka berencana untuk mengadakan diskusi dengan FIA dan merilis pernyataan resmi yang mencerminkan pandangan kolektif mereka.
Dalam surat terbuka yang dirilis oleh GPDA, para pembalap menekankan bahwa ada perbedaan antara penggunaan bahasa kasar yang dimaksudkan untuk menghina orang lain. Serta penggunaan bahasa sehari-hari untuk menggambarkan situasi atau objek tertentu. Mereka meminta agar FIA mempertimbangkan nada dan bahasa yang digunakan dalam komunikasi dengan para pembalap.
Isu Keuangan dan Transparansi
Selain masalah penggunaan bahasa kasar, GPDA juga menyoroti isu keuangan terkait denda yang dikenakan kepada pembalap. Mereka meminta transparansi mengenai bagaimana dana dari denda tersebut digunakan dan mendesak FIA untuk menjelaskan alokasi dana tersebut. Dalam suratnya, GPDA menyatakan bahwa denda finansial tidak pantas diterapkan pada pembalap profesional yang berkompetisi di level tertinggi olahraga ini.
Russell juga mengusulkan bahwa jika denda harus diberlakukan, maka sebaiknya dana tersebut digunakan untuk mendanai pengawas balapan yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa para pembalap lebih memilih pendekatan konstruktif daripada sekadar menerima sanksi tanpa penjelasan yang jelas.
Baca Juga: Grand Prix Las Vegas Menolak Format Sprint di Masa Depan
Ketegangan Antara FIA dan Pembalap
Ketegangan antara FIA dan para pembalap semakin meningkat seiring dengan pernyataan Ben Sulayem. Ini tentang bahasa kasar serta pengawasan ketat terhadap perilaku pembalap di luar lintasan. Lewis Hamilton, salah satu juara dunia terkemuka, juga terlibat dalam konflik dengan FIA terkait aturan tentang perhiasan dan pakaian dalam yang sesuai standar keselamatan.
Para pembalap merasa bahwa mereka tidak perlu diberitahu tentang hal-hal sepele seperti penggunaan perhiasan atau pakaian dalam oleh media. Mereka menuntut agar FIA memperlakukan mereka sebagai orang dewasa yang mampu membuat keputusan sendiri mengenai penampilan mereka di lintasan.
Kesimpulan
Dengan adanya protes ini, masa depan hubungan antara FIA dan para pembalap Formula 1 menjadi tanda tanya besar. Para pembalap berharap dapat menjalin dialog terbuka dengan FIA untuk mencapai kesepakatan mengenai masalah-masalah yang mempengaruhi mereka secara langsung.
GPDA menegaskan niat mereka untuk berkolaborasi secara konstruktif dengan semua pemangku kepentingan demi kepentingan olahraga. Jika dialog ini dapat terjalin dengan baik, mungkin akan ada perubahan positif dalam cara FIA menangani isu-isu terkait perilaku dan komunikasi dengan para pembalap di masa mendatang.
Secara keseluruhan, protes ini mencerminkan dinamika kompleks antara otoritas balapan dan atlet profesional yang berusaha mempertahankan integritas serta kebebasan berekspresi dalam olahraga yang sangat kompetitif ini.
Simak dan ikuti terus informasi sepak bola terbaru secara lengkap hanya di Shotsgoal.